Ayah: Imam, Raja, dan Nabi bagi Sang Anak
Mengapa tanggung jawab yang berat ini dibebankan kepada kaum pria di dalam keluarga? Bukankah wanita juga bisa melakukannya? Bukankah ini era emansipasi wanita?
Mari kita mendasarkan pembacaan tulisan pada Firman Tuhan dalam 1 Korintus 11:3: “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah.” Jelas, memang prialah yang telah ditetapkan sebagai kepala rumah tangga oleh Allah sendiri.
Ayah sebagai Imam
Empat hal utama yang harus dilakukan seorang pria untuk menjalankan fungsinya sebagai imam bagi anak-anaknya, yaitu:
1. Mempersembahkan ucapan syukur
Ibrani 13:15 berkata, “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya.”
Berhentilah sejenak dan renungkan kembali, berapa sering kita bersyukur kepada Tuhan dalam doa atas keberadaan anak-anak kita? Ucapan syukur yang dipanjatkan dalam doa atas keberadaan dan hal-hal baik yang ada dalam diri anak kita akan membentuk atmosfer positif di tengah-tengah keluarga, yang akan menolong si anak agar termotivasi untuk memperbaiki kebiasaan dan kelakuannya yang buruk.
2. Berdoa syafaat
Marilah kita perhatikan gambaran tentang seorang pria dari Perjanjian Lama, Ayub, yang merupakan teladan dan imam bagi anak-anaknya. Pada permulaan kitab Ayub, kita membaca bahwa Ayub adalah orang yang saleh dan jujur di hadapan Tuhan. Seminggu sekali ketujuh putera dan ketiga puterinya berkumpul di rumah salah seorang di antara mereka untuk berpesta dan menikmati kebersamaan. Pada akhir setiap minggu, Ayub bangun pagi-pagi dan mempersembahkan korban bakaran bagi anak-anaknya sambil berkata, “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di hati. Aku akan membuat sebuah korban bakaran atas nama mereka.” Ayub menjadi perantara, dengan mengambil “manfaat” korban persembahan atas nama anak-anaknya. Sehingga saat musibah terjadi, anak-anaknya tetap berada dalam tangan Tuhan karena ada sang ayah berfungsi menjadi imam atas keselamatan mereka. Bagaimana dengan kita? Berapa sering kita menjadi perantara di hadapan Tuhan bagi anak-anak kita?
3. Membuka jalan kepada keselamatan
Dalam kisah malam terakhir bagi bani Israel sebelum tulah kesepuluh diturunkan, ayah pada setiap keluarga mengambil tanggung jawab untuk menyiapkan Paskah pertama dengan memilih domba yang tepat untuk dijadikan korban, menyembelihnya, serta mengoleskan darah domba itu di ambang pintu rumah keluarga. Ayah juga memimpin makan malam bersama seisi rumah dengan menu daging domba, roti tidak beragi, dan sayur pahit, dengan cara sesuai petunjuk Tuhan melalui Musa: dengan cepat-cepat dan sambil berpakaian lengkap siap untuk berangkat. Semua tindakan yang dilakukan sang ayah membawa keselamatan bagi seisi keluarga dari tulah yang terakhir itu.
Kita sebagai ayah haruslah menjadi pribadi yang paling bertanggung jawab di keluarga untuk membawa seisi keluarga semakin dekat dengan Allah dan KebenaranNya.
4. Menghidupi iman sebagai teladan bagi anak-anak
Anak-anak kita tidak akan memiliki iman pribadi kepada Kristus karena pengajaran kita saja, tetapi terutama justru melalui teladan kita menghidupi iman sehari-hari sebagai ayah bagi mereka.
Ayah sebagai Nabi
Untuk berfungsi sebagai nabi bagi anak-anak, ada tiga hal yang harus dilakukan seorang ayah, yaitu:
1. Mewakili Tuhan melalui teladan kasih
Bagaimana seorang ayah bisa berperan sebagai nabi bagi anaknya untuk melakukan kebaikan, dan bukannya kejahatan? Yang pertama dan yang terutama adalah dengan kasih. Setiap anak dilahirkan ke dalam dunia ini dengan kerinduan yang tak pernah habis untuk dikasihi. Kasih ibu memang indah dan tak tergantikan, tetapi belum cukup. Ada sesuatu yang berbeda dari kualitas kasih seorang ayah. Bahkan bagi bayi, kasih ayah menularkan perasaan yang membuatnya merasa teguh, aman, penting, dan berharga.
Kasih seorang ayah kepada anaknya menggambarkan pribadi Tuhan kepada si anak, karena Allah adalah Kasih yang sejati itu. Lewat teladan hidup ayah yang menunjukkan kasihlah seorang anak mengenal Tuhan dan KasihNya.
2. Mewakili Tuhan lewat pengajaran
Efesus 6:4 berkata, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Ayah adalah pribadi yang telah ditetapkan oleh firman Tuhan untuk mendidik anak-anak di dlam jalanNya. Musa juga memberikan nasihat yang begitu mengagumkan kepada para ayah mengenai perintah alkitabiah yang harus dijalankan di dalam rumah tangga masing-masing, “...tetapi kamu [para ayah] harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,” (Ul. 11;18). Di dalam ayat tersebut, menyisipkan kata “para ayah” di dalam kurung, karena kata ini tidak mempunyai terjemahan yang jelas dalam bahasa Inggris, namun dalam bahasa Ibrani, kata asli yang digunakan merujuk pada kata ganti orang jenis kelamin laki-laki.
Ayah sebagai Raja
Seorang ayah mempunyai hak untuk menentukan peaturan dasar dalam rumah tangganya, misalnya jam berapa keluarga akan makan bersama, jam berapa anak-anak yang masih kecil harus pulang/tidur, bentuk hiburan apa yang boleh dinikmati oleh anak-anak, termasuk penggunaan televisi dan sarana hiburan lainnya, dan sebagainya. Yang perlu kita sadari adalah bahwa hal ini bukan saja merupakan hak istimewa ayah, tetapi juga kewajibannya.
Tentu saja, seorang ayah tidak boleh membuat keputusan-keputusan ini tanpa terlebih dahulu membicarakannya dan bersepakat dengan istrinya. Meskipun demikian, tanggung jawab akhir dalam hal peraturan dalam rumah ada pada ayah. Ayah adalah orang yang harus berhadapan dengan Tuhan atas nama keluarganya. Dengan demikian, ayah menjadi sosok Raja yang memimpin dan mengatur, mewakili otoritas Tuhan sebagai Raja di dalam hidup keluarga/anak-anaknya.
Seorang pria yang telah menjadi ayah harus berperan sebagai imam dengan mewakili keluarganya di hadapan Tuhan, sebagai nabi dengan mewakili Tuhan di hadapan keluarganya, serta sebagai raja dengan memimpin dan mengatur keluarganya atas nama Tuhan.
Tuhan Memberkati.
0 Response to "Ayah: Imam, Raja, dan Nabi bagi Sang Anak"
Posting Komentar