Menjadi Pribadi yang Dapat Menguasai Diri


Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan.

Orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.

Apa akibatnya jika kita tidak dapat menguasai diri?

Tanpa penguasaan diri, jelaslah yang akan terjadi di hari-hari terakhir. Orang-orang akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi sangat materialistis. Mereka akan membual dan menyombongkan diri. Suka memfitnah, memiliki sifat pemberontak dan tidak tahu berterima kasih. Mereka tidak mempedulikan nilai-nilai moral, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang lain, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, dan lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti kebenaran Allah.

Mengapa kita sering kehilangan kendali diri?

1. Kalah oleh pemicu pribadi

Kita semua memiliki pemicu pribadi yang lazim disebut “hot button”. Ada pemicu pribadi yang mendorong hal-hal positif namun ada pula yang memicu hal-hal negatif dalam diri kita. Tindakan di luar kontrol terjadi ketika kita dikuasai semata-mata oleh pemicu tersebut. 

Contohnya banyak di sekitar kita. Ada orang yang segera mengumpat dan memaki-maki ketika merasa marah atau tersinggung. Ada yang menangis, merusak barang-barang, bahkan bisa memukul orang. Ada pula yang sulit menahan diri melihat makanan enak, barang-barang yang bagus, atau berbagai hobi lain yang melampaui batas kewajaran. 

Kalah oleh pemicu pribadi menjadikan kita tukang makan, tukang belanja, tukang tidur, kutu buku, gila bola, gila kerja atau workholic, tukang gosip, dan sebagainya. Segala sesuatu yang tidak seimbang dan melewati batas membuat kita tidak dapat menguasai diri. Ini semua bersumber dari pemicu pribadi yang tidak dikendalikan.

2. Mengalami tekanan yang melampaui kapasitas

Peristiwa penangkapan Yesus di taman Getsemani selalu menarik untuk disimak. Di situ ada murid-murid yang tertidur sementara Yesus bergumul sungguh-sungguh di dalam doa. Mereka semua kelelahan dan mengalami tekanan yang berat. Ketika rombongan orang banyak datang untuk menangkap Yesus, salah satu murid  bangkit dan menghunus pedang. Ia berhasil memutuskan telinga hamba imam besar. Tetapi, apa yang dilakukan Yesus? Ia menyuruh murid-Nya itu menyarungkan pedang, lalu Ia menyembuhkan telinga orang yang ingin menangkap-Nya itu. 

Mengapa respons Yesus sangat berbeda dengan murid-Nya? Apakah Yesus bukan manusia biasa? Dalam hal ini Yesus pun seorang manusia biasa, Ia juga merasa takut, lelah, tertekan, dan marah. Tetapi berbeda dengan sang murid, Yesus berhasil mengatasi tekanan yang dialami-Nya melalui doa pergumulan kepada Bapa di surga. Tekanan mental yang dialami dapat terjadi seketika atau secara bertahap dan berlangsung terus-menerus. Namun, tekanan mental yang melampaui kapasitas membuat kita kehilangan penguasaan diri dan bertindak di luar akal sehat.

3. Tidak terlatih untuk berdisiplin

Kitab Amsal mengatakan bahwa seorang anak harus dididik menurut jalan yang patut agar pada masa tuanya ia tidak menyimpang. Kehidupan kita adalah bagaikan sebuah taman yang harus selalu dirawat dan dibersihkan. Jika tidak, tanaman-tanaman di dalamnya akan bertumbuh liar dan tak terpelihara. Akibatnya, kita hanya akan dikendalikan oleh naluri yang dipengaruhi dengan pemicu atau stimulus, bukan oleh akal budi dan hikmat. 

Kita cenderung bersikap tidak disiplin karena memang kita lebih suka jalan pintas daripada kesediaan membayar harga, lebih mementingkan hasil daripada proses, dan lebih memilih menikmati kesenangan daripada mengalami tantangan dan kesulitan. Ini manusiawi, namun bisa diatasi dengan berlatih berdisiplin.

 Bagaimana mengembangkan seni penguasaan diri?

1. Memahami area kelemahan pribadi

Jangan kaget jika menemukan orang yang merasa bangga dengan kelemahan karakternya. Karena persepsi diri keliru atau karena sikap yang tidak dewasa, tindakan tanpa kontrol malah dianggap sebagai suatu kelebihan. Padahal, semua yang tidak seimbang dan tidak wajar adalah musuh kesuksesan. 

Penguasaan diri berhubungan erat dengan pengendalian temperamen. Misalnya, apakah kita termasuk tipe dominan dengan emosi yang meledak-ledak, ataukah tipe stabil yang suka menunda. Mungkin pula tipe intim yang suka belanja, atau tipe cermat yang terlalu kutu buku. Dengan memahami kecenderungan temperamen, kita dapat mengelola kontrol diri secara optimal.

2. Memiliki komunitas yang mendukung

Pergaulan ternyata sangat memengaruhi sikap kita. Lingkungan positif mendorong kita menjadi positif, dan demikian pula sebaliknya. Berada di komunitas yang suka mengumpat, kita menjadi pengumpat. Jika teman-teman hobi belanja atau makan, kita pun akan terpengaruh. Ada baiknya memiliki mitra dengan tipe temperamen berbeda, yang mampu menyeimbangkan diri kita. Dengan komitmen bersama, kita dapat saling menjaga dan mengingatkan untuk membangun kontrol pribadi.

 3. Menerapkan sikap disiplin dan penyangkalan diri

Mungkin tidak sukar bagi kita untuk membedakan yang baik dan yang jahat. Namun, sering kali kita sulit memisahkan mana yang baik dan mana yang benar. Atau, mana yang baik dan mana yang berguna. Naluri kita sering menjadi pemicu yang tak terkontrol. Syukurlah, melalui pembaharuan akal budi dan disiplin rohani kita dapat mengendalikan sikap dan tindakan kita. 

Menjalankan doa dan puasa secara teratur merupakan salah satu bentuk latihan pendisiplinan rohani yang baik.

Word of Wisdom : Ketika kita belajar untuk tidak sekadar memikirkan diri sendiri, kita akan mulai memikirkan kepentingan orang lain.

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru dari kami:

0 Response to "Menjadi Pribadi yang Dapat Menguasai Diri"

Posting Komentar

CONTACT US

Untuk menghubungi Admin blog, silahkan pilih cara yang Anda sukai berikut. Kami akan langsung merespon Anda jika tidak berhalangan

icon 1 Pondok Padisari, Jl. Damai, Tamalanrea Indah, Makassar 90245

icon 2 0823-9345-xxxx

icon 3 Sabtu - Minggu, 09.00 - 18.00


×